Minggu, 05 Mei 2019

Avengers:End Game

Apa yang akan dilakukan Thanos setelah memusnahkan setengah populasi? Dia mengatakan, "Aku ingin bersantai dan menikmati matahari terbit dari balik gunung".

Dan dia berhasil mewujudkan mimpinya. Mimpi yang sama dengan tokoh antagonis di novel Inferno karya Dan Brown.

Tetapi bagi Thanos, ada makna lain dari matahari yang terbit dari balik gunung. Dia harus menghadapi Captain Marvel.
*
Captain Marvel
Ada dua pelajaran penting dari Captain Marvel. Pertama adalah belajar mengendalikan emosi. Kedua adalah belajar bangun bila jatuh. Pelajaran kedua dapat dilakukan bila telah memahami pelajaran pertama. Seseorang tidak akan bisa bangun bila tidak mampu menguasasi emosinya. Untuk bangun, seseorang tidak boleh dikuasai emosi.

Kehadiran Captain Marvel dalam End Game memang sangat penting. Bukan hanya kekuatannya yang dahsyat, tetapi yang tidak kalah penting,-- mengingat anggota Marvel belum pernah kalah sebelumnya-,  memberikan pelajaran tentang cara untuk bangun ketika sedang jatuh.
*
Para penonton khusyuk menanti penayangan film, yang saya kira akan menggeser posisi Avatar dan Titanic itu. Penonton lebih khidmat daripada pengajian. Dan bioskop akan mengantikan pengajian di masa depan. Untuk itu, tidak ada yang bisa kita lakukan selain berharap film dan media hiburan lainnya memasukkan konten edukatif yang sarat. Kenapa? Karena merekalah yang diapresiasi di masa depan, bukan pengajian. Pengajian kita akan punah, apalagi ketika pemerintah campur tangan dan orang lebih suka ustad populis dan pengajian singkat seperti majelis taklim dan liqo' dari organisasi modernis-fundamentalis.

Saya optimis paradigma global mengarah pada nilai positif. Ketika orang Indonesia baru mulai belajar membudayakan istri simpanan, perempuan simpanan, kumpul kebo, seks bebas, pipism sembarang tempat, orang Barat sudah mulai membangun jehidupan ideal, menikah dengan satu istri, membesarkan anak dan melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana. Singkatnya, ketika Barat mulai membangun kehidupan dengan cinta, kita baru belajar meninggalkan cinta menuju syahwat.

Sepintar apapun Barat membuat film, tanpa cinta, mereka kehilangan pasar. Lihatlah betapa buruknya film Robocop, tetapi dengan latar kondisi polisi yangbkehilangan segalanya,  karena dia masih punya keluarga kecil, anak perempuan yang mungil, maka sutradara berhasil membangun emosi penonton.

Film-film Barat membangun emosi dengan cinta, dan itu digambarkan oleh orang yang punya sebuah keluarga kecil, bukan hubungan pranikah dengan lawan jenis. Sepertinya masyarakat paham bahwa keluarga adalah cinta dan hubungan pranikah adalah ketidak-teraturan dan syahwat.

Beberapa menit sebelum masuk bioskop saya dan seorang teman bercerita tentang kehidupan ibukota. Bercerita tentang betapa bangsatnya laki-laki dan betapa mulianya hati perempuan. Sebenarnya teman saya tidak begitu sukan nonton film, apalagi mengikuti serial Marvel.

"Ayo bergerak, End Game akan segera dimulai", saya bilang.
"Hah? Game? Katanya kita mau nonton film?", teman saya kaget.
Di dalam studia dia hanya tertawa melihat semua adegan, jangankan kondisi Doktor Huk makan di restoran, adegan pemakaman Tony Stark saja dia tertawa meski belum melihat Hulk pakai jas.

Suasana duka oemakaman Stark yang membuat penonton sangat terharu dan meneteskan air mata lalu tampak Doktor Hulk pakai jas, itu benar-benar mempermaikan dua emosi penonton. Saat sedang larut emosi haru, tiba-tiba dihadapkan dengan penampakan konyol Hulk. Itu seperti cara Andrea Hirata di Maryamah Karpoov.
*
Iron Man
Kenapa harus Iron Man yang mati? Karena dia adalah manusia seutuhnya. Iron Man bukan mutan, bukan hasil rekayasa ilmiah seperti Captain America dan Hulk, bukan hasil kecelakaan seperti Spiderman, bukan pula makhluk luar angkasa seperti Thor.

"Kematian, keberanian, kesedihan, dan cinta tak henti-hentinya ditulis," kata Goenawan Mohamad. Kenapa demikian, karena itu adalah jati diri, kompleksitas manusia.

Stark adalah representasi manusia sejati dalam Avengers. Dia punya keberanian yang kuat sejak awal berada di Timur-Tengah. Di tengah kerumuman Arab yang sangar, si asing kulit putih itu tidak patah semangat. Lalu dia bertransformasi dari playboy pengikut syahwat menuju cinta. Selanjutnya menuai kesedihan dengan berpisah dengan putrinya yang imut. Keberanian, cinta dan kesedihan sudah dilalui.

Untuk menjadi sempurna, seorang manusia, Stark, harus mengalami kematian.

Karena itu End Game sebenarnya adalah film tentang Stark, tentang manusia: tentang tentang keberanian, tentang kesedihan, tentang cinta dan kematian. Mengenai keberanian Stark, Thanos sendiri benar-benar mengakuinya di Infility War.

Kita lihat Thanos begitu mudah mengelabui Captain Marvel saat bertarung. Tetapi tidak Stark. Stark seorang manusia. Jiwa dan pengetahuan manusia terus tumbuh. Tidak jatuh ke lubang yang sama. Potensi manusia tidak terbatas.
*
Dari Indonesia

Di antara yang menarik dari kirah menarik itu adalah, Thanos yang mewujudkan mimpinya untuk tinggal di rumah sederhana, di kebun yang indah, di kaki gunung, menanti mentari pagi yang terbit di antara dua bukit. Ini adalah mimpi paling sederhana manusia, yang tentunya, semua anak Indonesia yang paling bodoh menggambar juga dapat menggambarkan itu. Bayangkan, sekolah di Indonesia dianggap termasuk yang paling buruk di dunia. Tetapi anak paling bodoh, di negara yang kualitas sekolahnya buruk,  imajinasinya adalah matahari di antara dua bukit, sungai, sekolah, sawah, dan ternyata imajinasi itu yang dibangun oleh film negara adidaya.

Kenapa? Karena yang paing bodoh dalam kriteria sekolah adalah yang primordial bagi manusia.

Stark juga kita tahu kaya. Tetapi lihatlah dia tinggal di mana dan bagaimana rumahnya bersama keluarga. Di semak-semak rindang pinggir sungai. Sungai dan kebun adalah mimpi alami. Primordial. Dan apa pekerjaan yang paling berbahagia?

Mencuci piring. Apa yang diinginkan Paul Feyerabend setelah mendapatkan segalanya? Mencuci piring. Dengan mencuci piring kita dapat melakukan rileksasi, instrospeksi dan desidesasi. Perfeksi aktualisasi diri terpresensi saat mencuci piring. Sebab itulah pria sejati berada di pos cuci piring setiap ada kenduri.

Kita, Indonesia, memang sangat tampak terhina. Karena memang harus begitu. Kalau tidak, bangsa-bangsa lain di dunia tidak akan ada harganya, hanya menjadi debu menempel di bawah di bawah terompah kita. Indonesia punya segalanya.

Punya berbagai jenis legenda, cerita, serat, babat, dongeng, kisah yang menunjukkan kekayaan sastra kita. Salah satu di antaranya Gatot Kaca yang perwujudan tokohnya dicuri kepada Captain Amerika. Simbol Gatot Kaca dilekatkan pada Captain Marvel.

Yang membuat film hebat jangan kita. Karena kalau semua dari kita, bangsa lainnya dilahirkan untuk apa? Kita sudah memproduksi hasil tambang yangbkaya, kebun yang luas. Makanya Habibie tidak boleh produksi pesawat. Karena kalau kita semua, bangsa lain dapat jatah apa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar