Kata Muhammad Alkaf, segala sesuatu tentang Aceh dimulai
sejak 2005. Aceh sebelumnya adalah Aceh yang penuh dengan konfik, ketegangan,
peperangan, sakit hati, euforia dan kabur. Membahas tentang konfik adalah membahas
tentang sesuatu yang tidak pernah bisa memberikan penjelasan yang terang.
Karena konflik adalah sebuah konsep yang rumit. Ketegangan adalah sebuah
situasi yang sulit untuk didefinisikan. Mungkin sebab itulah tidak banyak
literatur yang tersedia untuk menggambarkan Aceh dalam masa tegang.
Walaupun perang menarik bagi para penulis, tetapi literatur ilmiah hanya mampu memngulas kondisi itu secara sangat parsial, alih-alih dapat membangkitkan emosi, literatur tentang sejarah perang-perang di Aceh hanya mampu menggambarkan konstelasi politik yang mengakibatkan perang. Mungkin atas kesadaran itulah Arafat Nur memilih untuk menceritakan konflik, ketegangan dan perang di Aceh dengan fiksi. Dan dia tetap berkesimpulan sama: cinta dan perang, sama rumitnya.
Walaupun perang menarik bagi para penulis, tetapi literatur ilmiah hanya mampu memngulas kondisi itu secara sangat parsial, alih-alih dapat membangkitkan emosi, literatur tentang sejarah perang-perang di Aceh hanya mampu menggambarkan konstelasi politik yang mengakibatkan perang. Mungkin atas kesadaran itulah Arafat Nur memilih untuk menceritakan konflik, ketegangan dan perang di Aceh dengan fiksi. Dan dia tetap berkesimpulan sama: cinta dan perang, sama rumitnya.
Kesadaran kritis yang hadir dalam buku ini menunjukkan
adanya sekelompok pemuda di Aceh menunjukkan bahwa tidak semua orang Aceh tidur
dua puluh empat jam. Dan yang terbangun itu adalah pemuda-pemuda yang punya
semangat intelektual yang tinggi. Refleksi yang mendalam ditunjukkan dalam
tulisan-tulisan buku ini mengesankan bahwa ada sekelompok pemuda di Aceh yang selama
dua puluh empat jam tidak pernah tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar